BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha meningkatkan kualitas
sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia
yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi
guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program
dalam jabatan. Guru adalah salah satu contoh dari sekian jenis profesi,
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Seseorang yang memiliki suatu profesi
tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional
juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai
lawan kata dari amatir. Menjadi profesional dalam suatu profesi adalah
tuntutan yang akhirnya mampu meningkatkan kualitas keprofesian yang kita
miliki.
B. Tujuan
– Untuk mengetahui lebih jauh tentang profesi
– Untuk mengetahui criteria pekerjaan sebagai profesi
– Mengetahui lebih jauh tentang konsep dasar profesionalisme
C. Rumusan Masalah
– Apakah profesi itu?
– Apa saja Kriteria pekerjaan sebagai profesi?
– Bagaimana konsep dasar profesionalisme itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi.
Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari
pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua
karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri
ini berlaku dalam setiap profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan
dalam praktek.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang
diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan
status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki
persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya
ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama
pengetahuan teoretis.
5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan
untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional
mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga
dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi
sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa
dipercaya.
7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan
pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para
anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya
sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka
yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang
berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja
profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik,
seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan
meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para
anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap
layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan
keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup
disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang
mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan
dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk
bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara,
dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti
manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya.
Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai
pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan
profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional
tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut
pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE : PROFESI, adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan
nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. PROFESIONAL, adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan
suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang
sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu
luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan : PROFESI :
– Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
– Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
– Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
– Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
B. Pengertian Profesionalisme
Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,
kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional.
Artinya sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah
dikerjakan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau
profesinya. Menurut Supriadi, penggunaan istilah profesionalisme
menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau
penampilan suatu pekerjaan sebagai suatu profesi, ada yang
profesionalismenya tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme juga
mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja
berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Konsep profsionalisme, seperti dalam penelitian yang dikembangkan oleh
Hall, kata tersebut banyak digunakan peneliti untuk melihat bagaimana
para profesional memandang profesinya, yang tercermin dari sikap dan
perilaku mereka. Konsep profesionalisme dalam penelitian Sumardi
dijelaskan bahwa ia memiliki lima muatan atau prinsip, yaitu: Pertama,
afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan
profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau
kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui
ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesi.
Kedua, kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu
pendangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan
sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang
bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan (intervensi) yang
datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap kemandirian secara
profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak-hak
istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat.
Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan apa yang
terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus. Ketiga,
keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)
dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional
adalah rekan sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.
Keempat, dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi
profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keteguhan tetap untuk melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik
dipandang berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri
yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan.
Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama
yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan ruhani dan setelah itu
baru materi, dan yang kelima, kewajiban sosial (social obligation)
merupakan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang
diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional karena adanya
pekerjaan tersebut.
Kelima pengertian di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk
mengukur derajat sikap profesional seseorang. Berdasarkan defenisi
tersebut maka profesionalisme adalah konsepsi yang mengacu pada sikap
seseorang atau bahkan bisa kelompok, yang berhasil memenuhi unsur-unsur
tersebut secara sempurna.
PROFESIONAL :
– Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
– Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
– Hidup dari situ.
– Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan
ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang
bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana
profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan
masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu
ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Dengan
melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku
yang berada di atas ratarata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan
yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai
pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya
semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu estĂĄndar
profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas
masyarakat yang semakin baik.
C. Kriteria Pekerjaan menjadi sebuah profesi
Dalam rangka memahami lebih lanjut tentang profesi perlu diketahui
adanya sepuluh macam kriteria yang diungkapkan oleh Horton Bakkington
dan Robers Patterson dalam studi tentang jabatan profesi mengungkap
sepuluh kriteria:
1. Profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat dan menggunakan prinsip keilmuan yang dapat diterima masyarakat.
2. Profesi harus menuntut suatu latihan profesional yang memadai dan membudaya.
3. Profesi menuntut suatu lembaga yang sistematis dan terspesialisasi.
4. Profesi harus memberikan keterangan tentang ketrampilan yang dibutuhkan di mana masyarakat umum tidak memilikinya.
5. Profesi harus sudah mengembangkan hasil dari pengalaman yang sudah teruji.
6. Profesi harus merupakan tipe pekerjaan yang bermanfaat.
7. Profesi harus sudah memerlukan pelatihan kebijaksanaan dan penampilan tugas.
8. Profesi harus mempunyai kesadaran ikatan kelompok sebagai kekuatan yang mampu mendorong dan membina anggotanya.
9. Profesi harus dijadikan batu loncatan mencari pekerjaan lain.
10. Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta
anggotanya memenuhi kode etik yang diterima dan dibangunnya.
Dari kriteria-kriteria yang ditetapkan tersebut dapat disimpulkan
bahwa suatu pekerjan dapat dikatakan pekerjaan profesi apabila memenuhi
ciri-ciri:
a. Memenuhi spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas (pengetahuan dan keahlian).
b. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris (keterkaitan dalam
organisasi profesi, memiliki kode etik dan pengabdian masyrakat).
c. Diakui masyarakat sebagai suatu pekerjaan yang mempunyai status
profesional (memperoleh dukungan masyarakat, perlindungan hukum dan
mempunyai persyaratan kerja dan jaminan hidup yang layak).
Sesuai dengan pengertian profesi dan ciri-ciri yang diungkapkan di
atas, maka pekerjaan guru adalah tugas keprofesian, mengingat hal-hal
sebagai berikut:
1. Diperlukan persyaratan akademis dan adanya kode etik.
2. Semakin dituntut adanya kualifikasi agar tahu tentang permasalahan perkembangan anak (Shaleh, 2005:278-280).
Abudin Nata menambahkan tiga kriteria suatu pekerjaan profesional:
a. Mengandung unsur pengabdian
Setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada
masyarakat. Setiap orang yang mengaku menjadi pengembang dari suatu
profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa dirinya memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat tersebut.
b. Mengandung unsur idealisme
Setiap profesi bukanlah sekedar mata pencari atau bidang pekerjaan yang
mendatangkan materi saja melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian
pengabdian pada sesuatu yang luhur dan idealis, seperti mengabdi untuk
tegaknya keadilan, kebenaran meringankan beban penderitaan sesama
manusia.
c. Mengandung unsur pengembangan
Setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur
kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus. Secara teknis
profesi tidak boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknik ini
terjadi profesi itu dianggap sedang mengalami proses kelayuan atau sudah
mati. Dengan demikian, profesipun manjadi punah dari kehidupan
masyarakat (Nata, 2001:139).
Menurut Mukhtar Lutfi ada delapan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi yaitu:
1. Panggilan hidup yang sepenuh waktu.
2. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian .
3. Kebakuan yang universal.
4. Pengabdian
5. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
6. Otonomi
7. Kode etik
8. Klien.
Wolmer dan Mills dalam Sardiman mengatakan pekerjaan itu dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang yang luas.
2. Merupakan karir yang dibina secara organisatoris.
3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional. ( Sardiman, 2007:164).
Rahman Nata wijaya mengemukakan beberapa kriteria sebagai ciri suatu profesi:
1. Ada standar kerja yang baku dan jelas.
2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program pendidikan yang baik.
3. Ada organisasi yang memadai pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
4. Ada etika dan kode etik yang mengatur prilaku para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku .
6. Ada pengakuan masyarakat (profesional penguasa dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai suatu profesi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian
yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan
hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk
mengisi waktu luang.
Konsep dasar profesionalisme adalah kunci dalam suatu profesi, karena
hal inilah yang mendasari seseorang untuk bisa menjadi profesional dalam
menjalankan profesi yang dimiliki.
Guru adalah salah satu dari profesi, dewasa ini memiliki profesi
haruslah mampu menjadi profesional. Karena tuntutan perkembangan dan hal
ini sejalan dengan dinamisasi sistem pendidikan. Menjadi seorang guru
harus profesional karena nantinya guru’lah yang akan melahirkan generasi
profesionalisme melalui profesinya itu.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, hal. 897.
Sjafri Sairin, Membangun Profesionalisme Muhammadiyah, (Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Tenaga Profesi [LPTP], 2003), hal 37.
Sumardi, Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh
Profesionalisme Terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja, Tesis, Undip, 2001.
http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/02/kriteria-profesional.html
http://rizal.blog.undip.ac.id/files/2009/07/dipakai_siskom_etika-profesi.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa
perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian
dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang
bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa
perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada
aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial,
satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang
positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan
fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan
mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti
kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
b. Masalah
Bagaimana perkembangan perilaku dan kepribadian seseorang?
c. Tujuan
– Mengetahui tentang proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek fisik dan perilaku motorik
– Mengetahui proses, tahapan, dan karakteristik perkembangan aspek bahasa dan perilaku kognitif
– Mengetahui perkembangan aspek sosial
– Mengetahui aspek moral dan kepribadian
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Fisik dan Perilaku Psikomotorik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam
kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson
(Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi
empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi
perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang
menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia
remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur
Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis.
Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi,
struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept,
self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya fisik ini mencakup
aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif
pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi
tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara
keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja
hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan,
persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak
(brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan
dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf
(neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar
3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini
terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai
penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya.
b. Perkembangan perilaku psikomotorik
Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik
utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada
masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan
memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini
merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks
seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja
(working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku
psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang
sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross
bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi
terkoordinasikan (finely coordinated movements).
(1) Berjalan dan Memegang Benda
Keterampilan berjalan diawali dengan gerakan-gerakan psikomotor dasar
(locomotion) yang harus dikuasainya selama tahun pertama dari
kehidupannya. Perkembangan psikomotorik dasar itu berlangsung secara
sekuensial, sebagai berikut: (1) keterampilan bergulir (roil over) dan
telentang menjadi telungkup (5 : 8 bulan), (2) gerak duduk (sit up) yang
bebas (8,3 bulan), (3) berdiri bebas (9,0 bulan) berjalan dengan bebas
(13,8 bulan) (Lorre, 1970: 75).
(2) Bermain dan Bekerja
Mulai usia 4-5 tahun bermain konstruksi yang fantastik itu dapat beralih
kepada berbagai bentuk gerakan bermain yang ritmis dan dinamis, tetapi
belum terikat dengan aturan-aturan tertentu yang ketat.
(3) Proses Perkembangan Motorik
Di samping faktor-faktor hereditas, faktor-faktor lingkungan alamiah,
sosial, kultural, nutrisi dan gizi serta kesempatan dan latihan
merupakan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap proses dan produk
perkembangan fisik? dan perilaku psikomotorik.
2. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitis
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan,
tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat
tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak
berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat
menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai
berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi
memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya,
tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa
tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara
lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat
pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata
menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk
kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan
disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain
(terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya
mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas,
sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru
tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan
kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan
dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech
2. Socialized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak
dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke
dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar
gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang
menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain,
(c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d)
questions (pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia
2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech” mengembangkan kemampuan
penyesuaian sosial (social adjustment).
b. Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing,
berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah
satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa
(Chaplin, 1972).
Terdapat hubungan yang amat erat antara perkembangan bahasa dan perilaku
kognitif. Taraf-taraf penguasaan keterampilan berbahasa dipengaruhi,
bahkan bergantung pada tingkat-tingkat kematangan dalam kemampuan
intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan alat yang strategis
bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut
Loree.(1970:77), dapat dideskripsikan dengan dua cara dua ialah secara
kualitatif dan secara kuantitatif.
(1) Perkembangan Fungsi-Fungsi Kognitif secara Kuantitatif perkembangan
fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan
basil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes
inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal
terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5
tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat
ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test).
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General
Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78)
telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat
ditafsirkan antara lain sebagai berikut.
(a) Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa
remaja awal, setelah itu kepesatan nya berangsur menurun.
(b) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja
akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis
sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60
tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi).
(c) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.
(2) Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif
Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat
tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan
karakteristik yang berbeda-beda.
(a) Sensorimotor period (0,0 – 2,0). Periode ini ditandai penggunaan
sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap
dunia sekitar. Prestasi intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah
perkembangan bahasa, hubungan tentang obyek kontrol skema, kerangka
berpikir, pembentukan pengertian, pengenalan hubungan sebab-akibat.
Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1) menyadari dirinya berbeda dan benda-befl sekitarnya;
(2) sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(3) mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(4) mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya;
(5) mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
(b) Preoperational. period (2,0 – 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua
tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 – 7,0).
Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat
transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut
juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang
bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang
sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara
lain:
(1) self-centered dalam memandang dunianya;
(2) dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu
yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal
yang lainnya;
(3) dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(4) dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan
dua benda yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang
sama.
(c) Concrete erational (7,0 – 11 or 12,0)
Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah:
rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak
mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang
tampak pada periode ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan
objek-objek yang bersifat konkret.
(d) Formal operational period (11,0 or 12,0 – 14,0 or 15,0)
Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan
kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek
yang bersifat konkrit. Pen laku kognitif yang tampak pada kita antara
lain:
(1) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);
(2) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(3) kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking);
(4) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam.
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam
ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku
kognitif ke dalam tiga periode ialah:
(1) enactive stage, merupakan suatu masa ketika individu berusaha
memahami lingkungannya. tahap mi mirip dengan sensorimotor period dan
Piaget;
(2) iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dan Piaget; dan
(3) symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri formal operational peniode dan Piaget.
Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta
fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat
penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang
disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para
pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut:
(1) intellectual empathy;
(2) using concrete objects;
(3) using inductive approach;
(4) sequencing instruction;
(5) taking amount of fit of new experience;
(6) applying student self-regulation principles;
(7) developing cognitive values of interaction.
3. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi
dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di
India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang
tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
1) Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain,
maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya
ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk
menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958)
menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di
mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap
rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan
kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku
seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan
sosio-kulturalnya.
2) Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi
longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola
kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2)
reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah
memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung
diikutinya sampai dewasa.
b. Perkembangan Moralitas
1. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat
istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan,
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti
(a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban
dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
(b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan
berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku
tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok
sosialnya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak
memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia
belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting,
terutama pada waktu anak masih kecil.
3. Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang
tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua,
guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting
dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau
orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru
penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya
(seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan
tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan
pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah
laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
c. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan
keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di
samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para
ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat
bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan keagamaan itu dapat
dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan
karakteristik yang berbeda.
4. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a. Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku
manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic
needs). Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat
yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang
bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
Di dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau
kebutuhan, melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya,
itensitasnya, dan sebagainya.
b. Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks ( a
complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang
menyertai atau muncul sebelum /sesudah terjadinya perilaku.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan
tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus
variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami
emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau
terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
2. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar
terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan
lapar.
b. Emosi psikis, di antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral.
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat
dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk
Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal
Tuhannya. Perkembangan Kepribadian?
c. Perkembangan Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu
yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling \kungan
secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan
aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
1) Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika pen laku,
konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2) Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
3) Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya)
yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu).
4) Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah,
sedih atau putus asa.
5) ResponsibilitaS (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang
tertutup atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Posted: Januari 13, 2011 in Kumpulan Makalah Pendidikan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru,
dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan
untuk membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswa, salah satu
cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah dengan menerapkan pendekatan
CBSA. Pendekatan ini merupakan merupakan pendekatan pembelajaran yang
tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa
terhadap bahan yang dipelajari. CBSA menuntut keterlibatan mental yang
tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif
pembelajaran akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Akan tetapi
dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi
dikerjakan dikelas secara bersama-sama
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah CBSA konsep pembelajaran?”
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan Manfaat dari makalah yang kami sajikan berikut ini yaitu :
-) mengetahui bagaimana konsep pembelajaran
-) mengetahui kebaikan dan kelemah satu Sistem CBSA
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan
inti dari kegiatan belajar. Keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada
semua perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda tergantung pada
jenis kegiatanya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.
Kegiatan tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti :
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan
masalah, menyusun rencana, dan lain lain.
Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu system belajar mengajar yang
menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara
mata kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap kegiatan menuntut siswa
untuk terlibat secara langsung dan menuntut keterlibatan intelektual –
emocional siswa melalui proses asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk
mengembangkan kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta
pengalaman langsung dalam rangka membentuk ketrampilan (motorik,
kognitif, dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai – nilai
dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, hal. 2)
Pendekatan sistem pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach)
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach)
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran dan Logan (Abin Syamsuddin
Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha,
yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil
(out put) dan sasaran (target) yang harus mempertimbangkan aspirasi dan
selera masyarakat yang memerlukannya
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai tujuan
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai mencapai sasaran
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan
ukuran (standard) untuk mengetahui/menilai taraf keberhasilan
(achievement) usaha
Pendekatan CBSA dinilai sebagai suatu sistem belajar mengajar yang
menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan
emocional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara
matra kognitif, motorik, afektif, dan psikomotorik. ( A.Yasin, 1984, hal
24)
B. Rasional CBSA dalam pembelajaran
Siswa didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai obyek
pembelajaran dan sebagai subyek yang belajar. Siswa sebagai subyek
dipandang sebagai manusia yang potencial sedang berkembangn, memiliki
keinginan – keinginan, harapan, dan tujuan hidup, aspirasi dan motivasi
dan berbagai kemungkinan potensi lainnya. Siswa sebagai subyek dipandang
sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan
dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran
harus dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip manusiawi
(humanistik), misalnya melalui suasana kekeluargaan, keterbukaan dan
bergairah serta bervariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa
bersangkutan.
Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan
kebutuhan dan sekaligus sebagai keharusan dalam kaitannya dengan uapaya
merealisasikan Sistem Pendidikan Nasional untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional, yang pada giliranya berimplikasi terhadap system
pembelajaran.
Cara belajar siswa aktif tersebut dapat berlangsung dengan efektif, bila
guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif,
mendorong dan membantu serta berupaya mempengaruhi siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan.
Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan materi pelajaran kepada
siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan pelayanan bagi siswa.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru ialah;
1. menyiapkan lembar kerja,
2. menyusun tugas bersama siswa,
3. memberikan informasi tentang kegiatan yang diulakukan,
4. memberikan bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan,
5. menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan,
6. membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum,
7. memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban,
8. menyalurkan bakat dan minat siswa,
9. mengamati sikap aktifitas siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan
pendekatan CBSA tidak diartikan guru menjadi pasif, melainkan tetap
harus aktif namun tidak bersikap mendominisi siswa menghambat
perkembangan potensinya. Guru bertindak sebagai guru inquiry, dan
fasilitator.
C. Kadar CBSA
Kadar CBSA ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar.
D. Kebaikan dan kelemahan CBSA
Kebaikan CBSA
Kebaikan-kebaikan CBSA, yang dikemikakan oleh T. Raka Joni bahwa,
1. Ditunjukan melalui keberanian memberikan urung pendapat tanpa secara eksklusif diminta.
2. Keterlibatan mental di dalam kegiatan-kegiatan belajar yang telah
berlangsung yang ditunjukan dengan peningkatan diri kepada tugas.
3. Belajar dengan pengalaman langsung indicator dari CBSA.
4. kekayaan bentuk dan variasi alat kegiatan belajar mengajar.
5. Kualitas interaksi antar siswa.
Kelemahan CBSA
Beberapa kelemahan dari CBSA menurut Oemar Hamalik;
1. Tidak menjamin dalam melaksanakan keputusan.
2. Diskusi tak dapat diramalkan.
3. Memasyarakatkan agar siswa memiliki keterampilan berdiskusi yang diperlukan secara aktif.
4. Membentuk pengaturan fisik dan jadwal yang luwes.
5. Dapat menjadi palsu jika pemimpin mengalami kesulitan mempertemukan berbagai pendapat.
6. Dapat didominasi oleh seseorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat peserta lain.
E. Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Hakikat CBSA adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa secara
optimal dalam proses pembelajaran; dan setiap proses dapat menemukan
kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran, maka perlu mengenal terlebih
dahulu rambu-rambu penyelenggara CBSA . yang dimaksud dengan rambu-rambu
CBSA adalah gejala-gejala yang tampak pada perilaku siswa dan guru baik
dalam program maupun dalam proses pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
(1) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan
(2) Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya
(3) Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran
(4) Usaha dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
(5) Keingintahuan yang ada pada diri siswa
(6) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa
(7) Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa
(8) Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator
F. Evaluasi Belajar Dan Pembelajaran
Pengartian, kedudukan, dan syarat-syarat umum evaluasi
a. Pengertian Penilaian
Penilaian adalah suatu upaya untuk mengetahui berapa banyak hal-hal
telah dimilik oleh siswa dari hal-hal yang telah diajarkan oleh guru.
Pengertian ini menunjukan bahwa pengukuran bersifat kuantitatif.
b. Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan
Menurut Schwartz dkk, penilaian adalah suatu program untuk memberikan
pendapat dan penentuan arti atau kaidah suatu pengalaman. Pengalaman
adalah pengalaman yang diperoleh berkat proses pendidikan. Proses
tersebut tampak pada perubahan tingkah laku atau pola kepribadian siswa
c. Syarat-syarat Umum Evaluasi
Penilaian yang akan dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau criteria sebagai berikut :
1. Memiliki validitas
2. Mempunyai reliabilitas
3. Objektivitas
4. Efisiensi
5. Kegunaan/kepraktisan
Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran,
pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang
tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar diarahkan pada komponen-komponen system pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa dalam
pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan
siswa, yang keduanya mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar
yang serupa. Kadar CBSA dalam interaksi tersebut berbeda-beda.
Pembelajaran ber-CBSA baik berciri (i) pembelajaran berpusat pada siswa,
(ii) guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar, (iii)
orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa secara utuh dan
seimbang, (iv) pengelolaan pembelajaran menekankan pada kreativitas
siswa, dan (v) optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogramkan dalam
desain instruksional (persiapan mengajar) guru. Pembelajaran ber-CBSA
merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan
bahwa guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran
berkadar CBSA tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud
www. google. com
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode
mengajar dan media pembelajaran. Dalam makalah ini akan membahas
bagaimana perbedaan antara media pembelajaran, media pendidikan serta
media massa dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni
metode mengajar dan medis pendidikan sebagai alat bantĂș mengajar.
Sedangkan penilaian adalah untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai
tidaknya tujuan pengajaran. Kedudukan media pendidikan sebagi alat
bantĂș mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu
lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Di sini juga akan dibahas penggunaan media pembelajaran. Seperti yang
kita ketahui media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses
belajar mengajar yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran
yang tepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian dalam makalah
ini.
b. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Media Pembelajaran
2. Mengetahui perbedaaan Media Pembelajaran dengan Media Pendidikan dan Media Massa
3. Mengetahui Manfaat media pembelajaran dalam pengajaran bahasa inggris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah
berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab,
media adalah perantara () atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan.
Menurut Gerlach dan Ely (1971), media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
Sehingga guru, buku teks dan lingkungan sekolah marupakan media.
Fleming (1987: 234) menyatakan media berfungsi untuk mengatur hubungan
yang efektif antara dua pihak yaitu siswa dan isi pelajaran.
Hainich dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Kesimpulannya, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi.
• Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi
yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran
menurut Gagne dan Briggs (1975) media pembelajaran meliputi alat yang
secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang
terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder,
film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer.
• Media Pendidikan
Adapun pengertian media pendidikan itu antara lain:
a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik (hardware) atau perangkat
keras, yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar atau diraba
dengan panea indera.
b. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik (software) atau
perangkat lunak, yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat
keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e. Media pendidikan dapat digunakan secara missal (radio, TV), kelompok
besar dan kecil (film, slide, video, OHP), atau perorangan (modul,
computer, radio, tape,/kaset, video recorder)
Jadi kesimpulannya, media pendidikan adalah perantara yang membawa
informasi atau pesan-pesan sebagai sumber belajar, baik berupa software
dan hardware. Contoh media pendidikan adalah gambar, foto, sketsa,
diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, radio dan lain-lain.
• Media Massa
Media massa berasal dari dua kata, yaitu media dan massa. Media adalah
alat atau perantara, sedangkan massa adalah orang banyak dan masyarakat
umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa media massa adalah suatu perantara
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat atau orang banyak. Pesannya
itu mengandung informasi-informasi yang diperlukan masyarakat, baik
mengenai politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Sehingga dengan adanya
media massa masyarakat mendapat pengetahuan tentang negaranya. Contoh
dari media massa adalah surat kabar dan Koran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Salah satu alasan penggunaan media pembelajaran adalah terkait dengan
manfaat media pembelajaran bagi keberhasilan belajar mengajar di kelas.
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan dalam belajar mengajar
adalah pemilihan media pembelajaran yang tepat.
Menurut Hamalik (1986), media pembelajaran yang tepat dapat
membangkitkan motivasi, keinginan minat, dan rangsangan kepada siswa.
Sehingga dapat membantu pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, memadatkan informasi.
Adapun mengapa media pembelajaran yang tepat dapat membawa keberhasilan
belajar dan mengajar di kelas, menurut Levie dan Lentz (1982), itu
karena media pembelajaran khususnya media visual memiliki empat fungsi
yaitu:
• Fungsi atensi, yaitu dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna
visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi dan pelajaran.
• Fungsi afektif, yaitu dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
• Fungsi kognitif, yaitu memperlancar tujuan untuk memahami dan mengingat informasi/pesan yang terkandung dalam gambar.
• Fungsi compensations, yaitu dapat mengakomodasikan siswa yang lemah
dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan
teks atau secara verbal.
Alasan-alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yaitu:
a. Alasan yang pertama yaitu berkenaan dengan menfaat media pengajaran itu sendiri, antara lain:
1. Pengajaran lebih menarik perhatian siswa, sehingga menumbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran lebih jelas maknanya, sehingga dapat menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
3. Metode pengajaran akan bervariasi
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan aktivitas belajar, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
b. Alasan kedua yaitu sesuai dengan taraf berpikir siswa. Dimulai
dari taraf berfikir konkret menuju abstrak, dimulai dari yang sederhana
menuju berfikir yang kompleks. Sebab dengan adanya media pengajaran
hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat
disederhanakan. Itulah beberapa alasan mengapa media pembelajaran dapat
mempertinggi keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
C. Perbedaan Media dua dimensi dan tiga dimensi
1. Media Dua Dimensi
Media dua dimensi sering disebut media grafis. Media dua dimensi adalah
media yang memiliki ukuran panjang dan lebar. Grafis sebagai media
pengajaran dapat mengkombinasikan fakta-fakta, gagasan-gagasan secara
jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan atau grafik. Kata-kata
dan angka-angka dipergunakan sebagai judul dan penjelasan kepada grafik,
bagan, diagram, poster, kartun dan komik. Sedangkan sketsa, lambing
bahkan foto digunakan untuk mengartikan fakta, pengertian dan gagasan
yang pada hakikatnya sebagai penyajian grafis. Contoh media dua dimensi
C media grafis, yaitu:
a. Bagan
Yaitu kombinasi antara media grafis dan gambar foto yang dirancang untuk
memvisualisasikan secara logis dan teratur mengenai fakta pokok atas
gagasan. Fungsi bagan adalah untuk menunjukkan hubungan, perbandingan,
jumlah relative, perkembangan, proses, klasifikasi dan organisasi.
b. Diagram
Yaitu suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal-balik terutama dengan garis-garis.
c. Grafik
Yaitu penyajian data berangka. Grafik merupakan keterpaduan yang lebih
menarik dengan sejumlah tabulasi data yang tersusun dengan baik. Tujuan
dalam grafik adalah memperlihatkan perbandingan, informasi kualitatif
dengan cepat serta sederhana. Beberapa macam grafik diantaranya yaitu
grafik garis, batang, lingkaran, atau piring dan grafik.
d. Poster
Yaitu kombinasi visual dari rancangan yang kuat dengan makna dan pesan
dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup
lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya. Poster berguna
untuk motivasi, peringatan dan pengalaman yang kreatif.
e. Kartun
Yaitu penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang,
gagasan, atau situasi yang didesain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
f. Komik
Yaitu suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan
suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan
dirancang untuk memberi hiburan kepada para pembaca.
2. Media Tiga Dimensi
Yaitu media yang mempunyai panjang, lebar dan isi. Media tiga dimensi
yang sering dipakai adalah model dan boneka. Model adalah tiruan 3
dimensional dari beberapa objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh,
terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, terlalu ruwet untuk dibawa
ke kelas, dan dipelajari siswa dalam wujud aslinya.
1) Jenis model dan penggunaannya
a) Model padat (solid model), yaitu memperlihatkan bagian permukaan luar
dari pada objek dan sering kali membuang bagian-bagian yang
membingungkan gagasan-gagasan utamanya dari bentuk, warna dan
susunannya. Contoh model padat yaitu boneka, bendera, bola, anatomi
manusia. Guna model padat untuk membantu dan melayani para siswa sebagai
informasi berbagai pengetahuan agar siswa lebih paham dalam pelajaran.
b) Model penanpang (cuteway model), yaitu memperlihatkan bagaimana
sebuah objek itu tampak, apabila bagian permukaannya diangkat untuk
mengetahui susunan bagian dalamnya. Model ini berguna untuk mata
pelajaran biologi, karena berfungsi untuk mengganti objek sesungguhnya.
c) Model kerja (working model), yaitu tiruan dari objek yang
memperlihatkan bagian luar dari objek asli. Gunanya untuk memperjelas
dalam pemberian materi kepada siswa.
d) Mock-ups, yaitu penyederhanaan susunan bagian pokok dan suatu proses
atau sistem yang lebih ruwet. Guru menggunakan mock-up untuk
memperlihatkan bentuk berbagai objek nyata seperti
kondensator-kondensator, lampu-lampu tabung,serta pengeras suara,
lambing-lambang yang berbeda dengan apa yang tertera di dalam diagram.
e) Diorama, yaitu sebuah pemandangan 3 dimensi mini bertujuan menggambarkan pemandangan sebenarnya.
2) Jenis boneka dan penggunaannya
Contohnya boneka tangan, dan wayang yang dapat digunakan agar siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar.
D. Berbagai bentuk media audio visual
Media audio visual terdiri dari dua kata yaitu audio dan visual. Audio
artinya pendengaran atau dapat didengar, sedangkan visual yaitu yang
Nampak oleh mata atau yang kelihatan. Jadi media audio visual adalah
media yang dapat didengar dan dapat pula dilihat oleh panca indera kita.
Contoh media audio visual yaitu televisi dan computer.
Kelebihan media Audio Visual, yaitu:
o Pada televisi; televisi bersifat langsung, dapat membawa dunia nyata
ke rumah dan ke kelas-kelas, seperti orang, tempat-tempat, dan
peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung/rekaman.
o Menghemat waktu guru dan siswa.
o Televisi bersifat langsung dan nyata, sehingga siswa dapat dengan
jelas melihat program apa yang lagi ditayangkan dan dapat memaksimalkan
fungsi inderanya yaitu mata dan telinga.
o Lebih menarik minat siswa
o Pelajaran lebih bervariasi dan berkesan
o Jangkauannya luas
Kelemahan media audio visual adalah:
o Keanekaragaman siaran di TV menyulitkan guru untuk memilih siaran mana yang baik dan sesuai dengan pelajaran.
o Alat dan dana yang tidak memungkinkan.
o Menyita waktu guru, karena harus menjelaskan lagi setiap peristiwa yang ada.
o Tidak setiap guru mampu menjelaskan peristiwa yang ada secara gambling.
E. Kriteria pemilihan media pelajaran
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pendidikan adalah sebagai berikut
– Relevansi pengadaan media pendidikan edukatif
– Kelayakan pengadaan media pendidikan edukatif
– Kemudahan pengadaan media pendidikan edukatif
Harus disadari bahwa setiap media memiliki kelemahan dan kelebiha.
Pengetahuan tentang keunggulan dan keterbatasan media menjadi penting
bagi gurudapat memperkecil kelemahan atas media yang dipilih oleh guru
sekaligus dapat langsung memilih berdasarkan kriteria yang dikehendaki.
Kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu:
• Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan baik dari segi kognitif,
afektif, dan psikomotor.
• Keterpaduan (validitas).Media harus tepat untuk mendukung isi
pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi.
• Media harus praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu,
dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu
dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu yang lama bukanlah
jaminan. Sebagai media yang terbaik. Sehingga guru dapat memilih media
yang ada, mudah diperoleh dan mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang
dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan
peralatan yang ada di lingkungan sekitarnya, dan mudah dibawa dan
dipindahkan ke mana-mana.
• Media harus dapat digunakan guru dengan baik dan terampil. Apapun
medianya, guru harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran.
Komputer, proyektor transparansi (OHP), proyektor slide, dan film, dan
peralatan canggih lainnya tidak akan berarti apa-apa jika guru belum
dapat menggunakannya dalam proses belajar mengajar di kelas.
• Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus
jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan
tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.
• Media yang digunakan harus sesuai dengan taraf berfikir siswa. Media
yang digunakan harus dapat menunjang dan membantu pemahaman siswa
terhadap pelajaran tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Prof. Drs Hartono Kasmadi M.Sc bahwa dalam memilih media
pendidikan perlu dipertimbangkan adanya 4 hal yaitu: produksi, peserta
didik, isi, dan guru.
1) Pertimbangan produksi
– Availabilty
– Cost
– Physical condition
– Accessibility to student
– Emotional impact.
2) Pertimbangan peserta
– Students characeristics
– Students relevance
– Students involvement
3) Pertimbangan isi
– Curriculair – relevance
– Content-soundness
– Presentation
4) Pertimbangan guru
– Teacher-Utilization
– Teacher peace of mind
BAB III
PENUTUP
Media merupakan suatu perantara (alat) untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Penggunaan media yang tepat dapat menunjang keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Media dua dimensi dan tiga dimensi
masing-masing berbeda dan mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Media pembelajaran yang diuraikan diatas mampu diaplikasikan dalam
pengajaran bahasa Inggris. Hal ini akan lebih mempermudah bagi guru dan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Seperti yang kita ketahui
media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses belajar mengajar
yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran yang tepat. Oleh
karena itu guru harus dapat memilih media yang sesuai dengan bahan
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik dan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danim, Sudarbuan. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai.2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
S. Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Harjanto. Perencanaan pengajaran. Rineka cipta
Posted: Januari 11, 2011 in Kumpulan Makalah Pendidikan
TAKSONOMI BLOOM
Kajian Teori
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti
klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian-
sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa
skema taksonomi.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin
Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan
tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan
keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi yang berkaitan dengan
sikap dan perasaan. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan
fungsi manipulatif dan kemampuan fisik.
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan
pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom
pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi
beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,
dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan
ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki
Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal
istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori
dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari
tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.
Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah
laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah
kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga
diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri
dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1)
dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori
2-6)
Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,
definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar,
dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas,
orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari
kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas
minimum untuk produk, dsb.
Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan,
tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level
ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto
chart, dsb.
Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,
prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai
contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di
produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum
dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone
diagram atau pareto chart.
Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang
masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian
yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu
mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu
memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap
penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu
menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya
tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus
didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di
tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk
menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap
semua penyebab turunnya kualitas produk.
Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau
standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu
menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan
efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb
Domain Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya,
dan mengarahkannya.
Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek,
fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari
serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.
Domain Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
Posted: Desember 7, 2010 in Kumpulan Makalah Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dalam proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode
mengajar dan media pembelajaran. Dalam makalah ini akan membahas
bagaimana perbedaan antara media pembelajaran, media pendidikan serta
media massa dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni
metode mengajar dan medis pendidikan sebagai alat bantĂș mengajar.
Sedangkan penilaian adalah untuk mengukur atau menentukan taraf tercapai
tidaknya tujuan pengajaran. Kedudukan media pendidikan sebagi alat
bantĂș mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah satu
lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Di sini juga akan dibahas penggunaan media pembelajaran. Seperti yang
kita ketahui media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses
belajar mengajar yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran
yang tepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian dalam makalah
ini.
b. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Media Pembelajaran
2. Mengetahui perbedaaan Media Pembelajaran dengan Media Pendidikan dan Media Massa
3. Mengetahui Manfaat media pembelajaran dalam pengajaran bahasa inggris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah
berarti “tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa Arab,
media adalah perantara () atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan.
Menurut Gerlach dan Ely (1971), media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
Sehingga guru, buku teks dan lingkungan sekolah marupakan media.
Fleming (1987: 234) menyatakan media berfungsi untuk mengatur hubungan
yang efektif antara dua pihak yaitu siswa dan isi pelajaran.
Hainich dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah media sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Kesimpulannya, media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima. Sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi.
• Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi
yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran
menurut Gagne dan Briggs (1975) media pembelajaran meliputi alat yang
secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang
terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder,
film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer.
• Media Pendidikan
Adapun pengertian media pendidikan itu antara lain:
a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik (hardware) atau perangkat
keras, yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar atau diraba
dengan panea indera.
b. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik (software) atau
perangkat lunak, yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat
keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e. Media pendidikan dapat digunakan secara missal (radio, TV), kelompok
besar dan kecil (film, slide, video, OHP), atau perorangan (modul,
computer, radio, tape,/kaset, video recorder)
Jadi kesimpulannya, media pendidikan adalah perantara yang membawa
informasi atau pesan-pesan sebagai sumber belajar, baik berupa software
dan hardware. Contoh media pendidikan adalah gambar, foto, sketsa,
diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, radio dan lain-lain.
• Media Massa
Media massa berasal dari dua kata, yaitu media dan massa. Media adalah
alat atau perantara, sedangkan massa adalah orang banyak dan masyarakat
umum. Jadi dapat disimpulkan bahwa media massa adalah suatu perantara
untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat atau orang banyak. Pesannya
itu mengandung informasi-informasi yang diperlukan masyarakat, baik
mengenai politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Sehingga dengan adanya
media massa masyarakat mendapat pengetahuan tentang negaranya. Contoh
dari media massa adalah surat kabar dan Koran.
B. Manfaat Media Pembelajaran
Salah satu alasan penggunaan media pembelajaran adalah terkait dengan
manfaat media pembelajaran bagi keberhasilan belajar mengajar di kelas.
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan dalam belajar mengajar
adalah pemilihan media pembelajaran yang tepat.
Menurut Hamalik (1986), media pembelajaran yang tepat dapat
membangkitkan motivasi, keinginan minat, dan rangsangan kepada siswa.
Sehingga dapat membantu pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, memadatkan informasi.
Adapun mengapa media pembelajaran yang tepat dapat membawa keberhasilan
belajar dan mengajar di kelas, menurut Levie dan Lentz (1982), itu
karena media pembelajaran khususnya media visual memiliki empat fungsi
yaitu:
• Fungsi atensi, yaitu dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna
visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi dan pelajaran.
• Fungsi afektif, yaitu dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
• Fungsi kognitif, yaitu memperlancar tujuan untuk memahami dan mengingat informasi/pesan yang terkandung dalam gambar.
• Fungsi compensations, yaitu dapat mengakomodasikan siswa yang lemah
dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan
teks atau secara verbal.
Alasan-alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa yaitu:
a. Alasan yang pertama yaitu berkenaan dengan menfaat media pengajaran itu sendiri, antara lain:
1. Pengajaran lebih menarik perhatian siswa, sehingga menumbuhkan motivasi belajar.
2. Bahan pengajaran lebih jelas maknanya, sehingga dapat menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
3. Metode pengajaran akan bervariasi
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan aktivitas belajar, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
b. Alasan kedua yaitu sesuai dengan taraf berpikir siswa. Dimulai
dari taraf berfikir konkret menuju abstrak, dimulai dari yang sederhana
menuju berfikir yang kompleks. Sebab dengan adanya media pengajaran
hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat
disederhanakan. Itulah beberapa alasan mengapa media pembelajaran dapat
mempertinggi keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
C. Perbedaan Media dua dimensi dan tiga dimensi
1. Media Dua Dimensi
Media dua dimensi sering disebut media grafis. Media dua dimensi adalah
media yang memiliki ukuran panjang dan lebar. Grafis sebagai media
pengajaran dapat mengkombinasikan fakta-fakta, gagasan-gagasan secara
jelas dan kuat melalui perpaduan antara ungkapan atau grafik. Kata-kata
dan angka-angka dipergunakan sebagai judul dan penjelasan kepada grafik,
bagan, diagram, poster, kartun dan komik. Sedangkan sketsa, lambing
bahkan foto digunakan untuk mengartikan fakta, pengertian dan gagasan
yang pada hakikatnya sebagai penyajian grafis. Contoh media dua dimensi
C media grafis, yaitu:
a. Bagan
Yaitu kombinasi antara media grafis dan gambar foto yang dirancang untuk
memvisualisasikan secara logis dan teratur mengenai fakta pokok atas
gagasan. Fungsi bagan adalah untuk menunjukkan hubungan, perbandingan,
jumlah relative, perkembangan, proses, klasifikasi dan organisasi.
b. Diagram
Yaitu suatu gambaran sederhana yang dirancang untuk memperlihatkan hubungan timbal-balik terutama dengan garis-garis.
c. Grafik
Yaitu penyajian data berangka. Grafik merupakan keterpaduan yang lebih
menarik dengan sejumlah tabulasi data yang tersusun dengan baik. Tujuan
dalam grafik adalah memperlihatkan perbandingan, informasi kualitatif
dengan cepat serta sederhana. Beberapa macam grafik diantaranya yaitu
grafik garis, batang, lingkaran, atau piring dan grafik.
d. Poster
Yaitu kombinasi visual dari rancangan yang kuat dengan makna dan pesan
dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang lewat tetapi cukup
lama menanamkan gagasan yang berarti dalam ingatannya. Poster berguna
untuk motivasi, peringatan dan pengalaman yang kreatif.
e. Kartun
Yaitu penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang,
gagasan, atau situasi yang didesain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
f. Komik
Yaitu suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan
suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan
dirancang untuk memberi hiburan kepada para pembaca.
2. Media Tiga Dimensi
Yaitu media yang mempunyai panjang, lebar dan isi. Media tiga dimensi
yang sering dipakai adalah model dan boneka. Model adalah tiruan 3
dimensional dari beberapa objek nyata yang terlalu besar, terlalu jauh,
terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, terlalu ruwet untuk dibawa
ke kelas, dan dipelajari siswa dalam wujud aslinya.
1) Jenis model dan penggunaannya
a) Model padat (solid model), yaitu memperlihatkan bagian permukaan luar
dari pada objek dan sering kali membuang bagian-bagian yang
membingungkan gagasan-gagasan utamanya dari bentuk, warna dan
susunannya. Contoh model padat yaitu boneka, bendera, bola, anatomi
manusia. Guna model padat untuk membantu dan melayani para siswa sebagai
informasi berbagai pengetahuan agar siswa lebih paham dalam pelajaran.
b) Model penanpang (cuteway model), yaitu memperlihatkan bagaimana
sebuah objek itu tampak, apabila bagian permukaannya diangkat untuk
mengetahui susunan bagian dalamnya. Model ini berguna untuk mata
pelajaran biologi, karena berfungsi untuk mengganti objek sesungguhnya.
c) Model kerja (working model), yaitu tiruan dari objek yang
memperlihatkan bagian luar dari objek asli. Gunanya untuk memperjelas
dalam pemberian materi kepada siswa.
d) Mock-ups, yaitu penyederhanaan susunan bagian pokok dan suatu proses
atau sistem yang lebih ruwet. Guru menggunakan mock-up untuk
memperlihatkan bentuk berbagai objek nyata seperti
kondensator-kondensator, lampu-lampu tabung,serta pengeras suara,
lambing-lambang yang berbeda dengan apa yang tertera di dalam diagram.
e) Diorama, yaitu sebuah pemandangan 3 dimensi mini bertujuan menggambarkan pemandangan sebenarnya.
2) Jenis boneka dan penggunaannya
Contohnya boneka tangan, dan wayang yang dapat digunakan agar siswa menjadi lebih tertarik untuk belajar.
D. Berbagai bentuk media audio visual
Media audio visual terdiri dari dua kata yaitu audio dan visual. Audio
artinya pendengaran atau dapat didengar, sedangkan visual yaitu yang
Nampak oleh mata atau yang kelihatan. Jadi media audio visual adalah
media yang dapat didengar dan dapat pula dilihat oleh panca indera kita.
Contoh media audio visual yaitu televisi dan computer.
Kelebihan media Audio Visual, yaitu:
o Pada televisi; televisi bersifat langsung, dapat membawa dunia nyata
ke rumah dan ke kelas-kelas, seperti orang, tempat-tempat, dan
peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung/rekaman.
o Menghemat waktu guru dan siswa.
o Televisi bersifat langsung dan nyata, sehingga siswa dapat dengan
jelas melihat program apa yang lagi ditayangkan dan dapat memaksimalkan
fungsi inderanya yaitu mata dan telinga.
o Lebih menarik minat siswa
o Pelajaran lebih bervariasi dan berkesan
o Jangkauannya luas
Kelemahan media audio visual adalah:
o Keanekaragaman siaran di TV menyulitkan guru untuk memilih siaran mana yang baik dan sesuai dengan pelajaran.
o Alat dan dana yang tidak memungkinkan.
o Menyita waktu guru, karena harus menjelaskan lagi setiap peristiwa yang ada.
o Tidak setiap guru mampu menjelaskan peristiwa yang ada secara gambling.
E. Kriteria pemilihan media pelajaran
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pendidikan adalah sebagai berikut
– Relevansi pengadaan media pendidikan edukatif
– Kelayakan pengadaan media pendidikan edukatif
– Kemudahan pengadaan media pendidikan edukatif
Harus disadari bahwa setiap media memiliki kelemahan dan kelebiha.
Pengetahuan tentang keunggulan dan keterbatasan media menjadi penting
bagi gurudapat memperkecil kelemahan atas media yang dipilih oleh guru
sekaligus dapat langsung memilih berdasarkan kriteria yang dikehendaki.
Kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu:
• Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan baik dari segi kognitif,
afektif, dan psikomotor.
• Keterpaduan (validitas).Media harus tepat untuk mendukung isi
pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi.
• Media harus praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu,
dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu
dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu yang lama bukanlah
jaminan. Sebagai media yang terbaik. Sehingga guru dapat memilih media
yang ada, mudah diperoleh dan mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang
dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan
peralatan yang ada di lingkungan sekitarnya, dan mudah dibawa dan
dipindahkan ke mana-mana.
• Media harus dapat digunakan guru dengan baik dan terampil. Apapun
medianya, guru harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran.
Komputer, proyektor transparansi (OHP), proyektor slide, dan film, dan
peralatan canggih lainnya tidak akan berarti apa-apa jika guru belum
dapat menggunakannya dalam proses belajar mengajar di kelas.
• Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus
jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan
tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.
• Media yang digunakan harus sesuai dengan taraf berfikir siswa. Media
yang digunakan harus dapat menunjang dan membantu pemahaman siswa
terhadap pelajaran tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Menurut Prof. Drs Hartono Kasmadi M.Sc bahwa dalam memilih media
pendidikan perlu dipertimbangkan adanya 4 hal yaitu: produksi, peserta
didik, isi, dan guru.
1) Pertimbangan produksi
– Availabilty
– Cost
– Physical condition
– Accessibility to student
– Emotional impact.
2) Pertimbangan peserta
– Students characeristics
– Students relevance
– Students involvement
3) Pertimbangan isi
– Curriculair – relevance
– Content-soundness
– Presentation
4) Pertimbangan guru
– Teacher-Utilization
– Teacher peace of mind
BAB III
PENUTUP
Media merupakan suatu perantara (alat) untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Penggunaan media yang tepat dapat menunjang keberhasilan
dalam proses pembelajaran. Media dua dimensi dan tiga dimensi
masing-masing berbeda dan mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Media pembelajaran yang diuraikan diatas mampu diaplikasikan dalam
pengajaran bahasa Inggris. Hal ini akan lebih mempermudah bagi guru dan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Seperti yang kita ketahui
media pembelajaran itu banyak macamnya. Untuk proses belajar mengajar
yang baik kita harus menggunakan media pembelajaran yang tepat. Oleh
karena itu guru harus dapat memilih media yang sesuai dengan bahan
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik dan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danim, Sudarbuan. 1995. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai.2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
S. Sadiman, Arief, dkk. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Harjanto. Perencanaan pengajaran. Rineka cipta
Posted: November 14, 2010 in Kumpulan Makalah Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif
dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun
menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan di dahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh
Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu,
yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai
dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan
B. Rumusan masalah
Seberapa pentingkah motivasi bagi dunia pendidikan?
C. Tujuan
• Mengetahui pengertian motivasi dalam dunia pendidikan
• Mengetahui tugas guru sebagai seorang motivator dalam kegiatan belajar mengajar.
• Mengetahui sumber dan penggolongan motivasi manusia
• Mengetahui dinamika prilaku sosial manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, sumber, dan penggolongan motivasi perilaku manusia
a. Para ahli mendefinisikannya dengan cara dan gaya yang berbeda, namun
esensinya menuju kepada maksud yang sama, ialah bahwa motivasi itu
merupakan:
– Suatu kekuatan atau tenaga atau daya;
– Suatu keadaan kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk
bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.
b. Motivasi tersebut timbul dan tumbuh berkembang dengan jalan
– Datang dari dalam diri individu itu sendiri (intrinsik)
– Datang dari lingkungan (ekstrinsik)
c. Atas dasar sumber dan proses perkembangan, terjadi penggunaan
berbagai macam istilah yang sering dipertukarkan. Untuk keperluan studi
psikologis telah diadakan penertiban dengan diadakan penggolongannya,
antara lain sebagai berikut ini.
1. Motif primer (motivasi dasar)
Menunjukkan kepada motif yang tidak dipelajari yang untuk ini sering
juga digunakan istilah dorongan. Golongan motif ini pun dibedakan lagi
ke dalam:
(a) Dorongan fisilogis yang bersumber pada kebutuhan organis yang
mencakup antara lain lapar, haus, pernapasan, seks, kegiatan, dan
istirahat. Untuk menjamin kelangsungan hidup organis diperlukan
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan tersebut sehingga mencapai keadaan fisik
yang seimbang.
(b) Dorongan umum da motif darurat, termasuk didalamnya dorongan takut,
kasih sayang, kegiatan, kekaguman, dan ingin tahu,dalam hubungannya
dengan rangsangan dari luar, termasuk dalam golongan melarikan diri,
menyerang, berusaha dan mengejar untuk menyelamatkan dirinya.
2. Motif skunder
Menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam diri individu karena
pengalaman, dan dipelajari kedalam golongan sebagai berikut :
(a) Takut yang dipelajari (learned fears)
(b) Motif social (ingin diterima, ingin dihargai, konformitas, afiliasi dll)
(c) Motif – motif obyektif (eksplorasi, manipulasi, dan minat)
(d) Maksud (purpose) dan aspirasi
(e) Motif berprestasi (achievement motive)
B. Dinamika proses perilaku manusia
(a) Dipandang dari segi motifnya setiap gerak manusia itu selalu mengandung 3 aspek yang kedudukannya bertahap dan berurutan :
1. Motivating states
Timbul kekuatan dan terjadinya kesiapsediaan sebagi akibat terasanya
kebutuhan jaringan atau sekresi, hormonal dari dalam diri organisme atau
tergantung pada stimulasi tertentu.
2. Motivating behavior
Bergeraknya organisme kearah tujuan tertentu sesuai dengan sifat
kebutuhan yang hendak dipenuhi dan dipuaskannya. Misal: haus mencari air
untuk diminum, dengan demikian setiap prilaku manusia bersifat
instrumental (sadar atau tak sadar)
3. Satisfied conditions
Dengan dicapai tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan yang terasa, maka
dalam kesimbangan dari dalam organism pulih kembali dengan
terpeliharanya, homostetis, kondisi demikian dihayati sebagai rasa
nikmat dan puas atau lega.
(b) Terjadinya metabolism dan penggunaan atau pelepasan kalori,
perangsangan kembali, dan sebagainya, kepuasan itu hanya bersifat
temporal (sementara). Oleh karena itu, gerakkan proses prilaku itu
sebenarnya akan berlangsung secara siklus (cyclical) yang dapat
digambarkan secara sistematis :
C. Cara mengukur dan usaha meningkatkan motivasi
(a) Meskipun motivasi itu merupakan suatu kekuatan, namun tidaklah
merupakan suatu substansi yang dapat kita amati. Yang dapat kita lakukan
ialah mengidentifikasi beberapa indikator dalam term – term berikut :
a) Durasinya kegiatan ( berapa lama kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan)
b) Frekuensinya kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam preiode waktu tertentu)
c) Presistensinya ketetapan dan kelekatannya pada tujuan kegiatan
d) Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan
e) Devosi pengabdian dan pengorbanan uang, tenaga, pikiran bahkan jiwanya atau nyawanya untuk mencapai tujuan
f) Tingkatan aspirasinya, maksud rencana, cita – cita, sasaran atau
target dan idolanya yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan.
g) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau out put yang dicapai.
h) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.
(b) Dari indicator diatas maka akan melahirkan teknik pendekatan dan pengukuran tertentu dapat dipergunakan
a) Tes tindakan disertai observasi
b) Quesioner dan infentori
c) Mengarang bebas untuk mengetahui cita – cita dan aspirasi
d) Tes prestasi dan skala sikap
(c) Saran upaya untuk meningkatkan motivasi kerja dan termasuk belajar sebagai berikut :
a) Hindarkan sugesti dan kondisi yang negatif
b) Ciptakan situasi kompetisi yang sehat
c) Adakan pacemaking atas dasar prinsip goalgradiened
d) Informasikan hasil kegiatan dan berikan kesempatan pada individua tau kelompok
e) Memberikan ganjaran dan hadiah (reward and bonus atau insentif dapat
diberikan dalam bentuk pujian, piagam, fasilitas, kesempatan promosi)
D. Proses membuat pilihan dan keputusan, konflik dan frustasi, serta bentuk prilaku penyesuaiaannya.
1. Dalam rangkaian proses pemenuhan felts needs individu pada umumnya
dihadapkan pada sejumlah alternatif baik dalam aspek maupun dalam
tahapan
– Instrumentals behaviornya kemungkinan – kemungkinan tindakan yang dapat ditempuh.
– Goal atau incentive kemungkinan sasaran tujuan yang hendak dicapai
2. Individu harus menentukan pilihan diantara alternative yang ada factor – faktornya :
– Pertimbangan untung rugi (cost – benefite) dari setiap alternatif secara rasional diuji
– Kemauan ( the willingess ) dan kata hati ( the conscience of man) juga
turut menentukan dalam proses pemilihan dan pengambilan keputusan itu
karena resiko akibatnya juga harus ditanggung.
3. Seandainya individu menghadapi alternative yang mengandung motif –
motif atau resiko untung rugi atau positif negative yang sama kuatnya,
dan proses pemilihan dan pengambilan keputusanpun tidak dapat dilakukan
dengan segera, maka dalam diri individu yang bersangkutan akan terjadi
perang batin yang tidak berkesudahan dan berkeputusan (Psychological
conflict)
Sesuai dengan sifat motivasi atau resikonya dari setiap alternative ia akan mengalami kemungkinan:
– Approach – approach conflict kalau semua alternatif yang ada sama –
sama dikehendaki karena mengandung resiko yang sama – sama positif
– Avoidance conflict kalau semua alternative yang ada sama – sama tidak dikehendaki karena mengandung resiko yang sama negative
– Approach – avoidance conflict kalau alternative tertentu yang
dikehendaki mengandung resiko yang positif tetapi sekalugus juga
negative yang sama kuatnya.
4. Kalau perang batin itu tidak dapat diatasi, individu yang
bersangkutan akan merasa kekecewaan mendalam karena tujuan yang
dikehendakinya tak bisa terlaksanakan dan tercapai. Perasaan kecewa itu
dan situasi tidak tercapai tujuan yang dikehendakinya itulah yang dalam
psikologi lazim disebut frustasi. sumber yang emndatangkan frustasi ini
berwujud manusia (person) baik diri sendiri maupun oranglain. Hal yang
bukan orang peristiwa atau keadaan alam situasi lain.
5. Reaksi individu yang bersangkutan terhadap frustasi bermacam – macam
prilakunya, tergantung pada kemampuan akal sehatnya (reasoning
intelligence)
6. Kalau akal sehat berani menghadapi kenyataan, pada akhirnya mungkin
dengan bantuan pihak dan cara tertentu konselor, psikolog, orang tua,
temen deket, ulama, pendeta, istikhoroh/meditasi. Ia juga dapat
mengambil keputusan yang sehat secara rasional sehingga tujuannya
tercapai. Tindakan itu disebut Adjusment (penyesuaian permasalahan).
Adjustment ini mungkin dilakukan dengan cara :
– Aktif ia merubah lingkungan, mungkin mencari dan mengubah alternatifnya tetapi dapat sampai pada goalnya yang diinginkan.
– Pasif ia mengubah dirinya mungkin mengadakan modifikasi aspirasinya
sehingga ia dapat menetapkan tujuan secara realistic dan bertindak
secara realistic pula.
7. Namun jika akal sehatnya tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya,
perilaku yang bersangkutan dikendalikan oleh hasrat emosionalnya. Oleh
karena itu, reaksinyapun akan bersifat emocional pula dengan demikian,
meskipun ia berusaha mencapai penyelesaian pencapaian tujuannya,
kemungkinan besar akan selalu kandas bahkan mungkin mendapatkan hasil
dan mengalami situasi yang lebih buruk dari apa yang diharapkan.
Penyesuaian yangsalah atau keliru seperi yang disebut maladjusment.
Intellegence secara fungsional dalam proses tindakan dapat dikemukanan menjadi beberapa jenis ialah :
– Agresi marah
– Kecemasan tak berdaya
– Regresi
– Fiksasi
– Represi
– Rasionalisasi
– Proyeksi
– Sublimasi
– Kompensasi
– Berfantasi
8. Sudah jelas, guru mempunyai tanggungjawab moral yang amat berat kalau
situasi sekolah dan tindakan pada guru mengakibatkan para siswa harus
mengalami situasi – situasi dan berperilaku seperti diatas. Merupakan
kewajiban moral pula untuk memberikan bantuan dan bimbingan secara
positif terhadap siswa yang mungkin tak terelakkan mengalaminya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kegiatan belajar tidak selalu dilakukan di dalam ruangan kelas
berdasarkan rancangan tertentu tetapi ada kegiatan belajar yang
dilakukan di luar ruang kelas tanpa mengikuti rancangan tertentu. Dengan
kegiatan belajar di kelas secara konvensional siswa belajar untuk
memenuhi tuntutan tugas dan rancangan dari guru. Tetapi masih begitu
banyak aktivitas belajar yang tanpa mengikuti aturan konvensional yang
dicerminkan dalam desain instruksional. Artinya, siswa belajar karena
keinginannya sendiri. Karenanya pengetahuan tentang “belajar” karena
ditugasi dan belajar karena motivasi diri “penting” bagi guru.
Dalam hal ini peranan guru sangat dibutuhkan karena peranan guru sebagai
motivator sangat memberikan dampak yang besar bagi siswanya. Menghadapi
siswa yang kurang termotivasi sangat membutuhkan strategi untuk
mengembalikan semangat dalam belajarnya. Tak heran jika di sini guru
dituntu untuk bisa memahami sedikit banyak karakter siswa dan problem
solving bagi setiap masalah.
Dengan begitu diharapkan semangat siswa akan memberikan output yang baik
bagi diri mereka sendiri dan bagi dunia pendidikan pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin M., (2000), Psikologi Kependidikan, Bandung: Remaja R.
http://www.google.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang tak dapat
dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Jika ada proses
belajar, maka disitu ada pembelajaran. Dan jika ada pembelajaran berarti
disitu ada proses belajar. Begitu seterusnya, saling terkait, tak dapat
berdiri sendiri- sendiri. Perbedaan belajar dan pembelajaran terletak
pada penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada
siswa dan proses yang menyertai dalam rangkan perubahan tingkah lakunya.
Ada pun pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk
membuat siswa dapat belajar. Peran guru dalam aktivitas pembelajaran
tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga memainkan
berbagai peran yang bertujuan mengembangkan potensi anak didik secara
optimal
B. Rumusan masalah
Bagaimana relevansi konsep dasar psikologis dengan kompetensi profesional kependidikan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami sajikan ini adalah :
• Mahasiswa mampu menyebutkan dan memberikan contoh tugas pokok seorang guru sebagai pendidik
• Mengetahui konsep dan mekanisme perilaku manusia
• Mengetahui tiga domain utama taksonomi perilaku manusia
• Mengerti indikator peranan dan pengaruh tindakan prilaku dan pribadi manusia
BAB II
PEMBAHASAN
1. PERANAN, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU
a. Pendidikan dalam arti luas
Pendidikan dalam arti luas mencakupseluruh proses dan segenap bentuk
interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, informal
maupun non formal dalam rangka mewujudkan dirinya seseuai dengan tahap
perkembangannya secara optimal sehingga ia mampu mencapai taraf
kedewasaan tertentu. Dalam konteks ini peranan guru memiliki tugas dan
peranan sebagai berikut :
– Konsenvator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan suber norma kedewasaan dan inovator (pengembang) sistem ilmu pengetahuan;
– Transmitor (penerus) sistem – sistem nilai tersebut pada sasaran didik;
– Transformator (penerjemah) sistem – sistem nilai tersebut melalui
penjelmaan dalam pribadinya dalam prilakunya melalui proses interaksinya
dengan sasaran didik;
– Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat
dan mengeaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta
Tuhan Yang Menciptakannya).
b. Pendidikan dalam arti sempit
Pendidikan merupakan salah satu proses interaksi belajar mengajar dalam
bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran (Instructional), Gage and
Berliner menjelaskan bahwa dalam konteks ini guru berperan, bertugas dan
bertanggung jawab sebagai :
1) Perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan
di dalam proses belaja – mengajar (pre- teaching problems)
2) Pelaksana (organizer) yang harus menciptakan situasi, memimpin,
merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar – mengajar
sesuai dengan rencana; guru bertindak sebagai seorang sumber (resource
person), Konsultan kepemimpinan (leader) yang demokratis dan humanistic
(manusiawi) selama proses berlangsung.
3) Penilai (evaluator) mengumpulkan, menganalisis menafsirkan, dan
akhirnya memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat keberhasilan
belajar – mengajar (PMB) tersebut berdasarkan criteria yang ditetapkan
mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produk
(output)-nya.
c. Menurut pendapat Gage dan Berliner
Berdasarkan kurikulum 1975 dan 1994, perlu ditambahkan (post and during
teaching problems) tugas guru sebagai pengubah perilaku (behavioral
change) peserta didik. Berdasarkan konsep dasar perilaku ini terdapat
beberapa aliran pandangan (paham)
– Paham holistik (Holisme)
Menekankan bahawa prilaku itu bertujuan (pruprosive), yang artinya aspek
intrinsik dari dalam diri individu merupakan faktor penentu yang
menentukan perangsng (stimulus) yang datang dari lingkungan.
– Paham Behaviorsitik (behaviorisme)
Menekankan bahwa pola – pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses
pembiasaan dan pengukuhan dengan mengkondisikan stimulant dari
lingkungan.
d. Mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya suatu perilaku itu dapat dijelaskan secara visual sebagai berikut
(1) S – Ratau (2) S->O~>R
(3)W-> S->0 ->> R-> W
S = stimulus O = organisme
R = respons W = world (lingkungan)
Lingkungan disini dapat diartikan sebagai berikut
– Lingkungan obyektif
– Lingkungan efektif
(4) W S 0¬w R W
e. Ada dua kelompok komponen yang penting dalam tiap individu yang
mempengaruhi keefektivan mekanisme proses prilaku, ialah receptor
effector dan sebagai pelaksana gerak.
Dalam pola urutan (sequence) dari mekanisme perilaku dalam konteks ini dapat digambarkan
Pola mekanisme ini tentu pula digambarkan secara siklus (melingkar,
yang berate bila kebutuhan yang serupa terasa kembali maka pola
mekanisme itu akan di ulang kembali (stereotype behavior)
Kompetensi Profesionalisme Guru
Barlow berpendapat bahwa kompetensi professional guru adalah kemampuan
dan kewewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang
profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas keguruannya dengan
kemampuan tinggi sebagai profesi atau sumber kehidupan.
Dalam menjalankan kemampuan profesionalnya, guru dituntut untuk memiliki berbagai kompetensi yang bersifat psikologi, meliputi :
1. Kompetensi Kognitif Guru
Guru hendaknya memiliki kapasitas kognitif tinggi yang menunjang kegiatan pembelajaran yang dilakukannya.Yang
dituntun dari kemampuan kognitif adalah fleksibilitas kognitif, yang
ditandai dengan adanya keterbukaan guru dalam berpikir dan beradaptasi.
Bekal pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menunjang
profesinya secara kognitif .
2. Kompetensi Afektif Guru
Guru hendaknya memiliki sikap/perasaan yang menunjang proses
pembelajaran yang dilakukannya, baik terhadap diri sendiri atau anak
didik.
3. Kompetensi Psikomotor Guru
Kompetensi psikomotor guru merupakan keterampilan yang bersifat
jasmaniah yang dibutuhkan oleh guru untuk menunjang kegiatan
profesionalnya sebagai guru.
Peran Guru dalam Aktivitas Pembelajaran
Peran guru dalam aktivitas pembelajaran tidak hanya menyampaikan ilmu
pengetahuan, tetapi juga memainkan berbagai peran yang bertujuan
mengembangkan potensi anak didik secara optimal. Djamarah merumuskan
peran guru sebagai berikut:
1. Korektor
2. Inspirator
3. Informator
4. Organisator
5. Motivator
6. Inisiator
7. Fasilitator 8. Pembimbing
9. Demonstrator
10. Pengelola Kelas
11. Mediator
12. Supervisor
13. Evaluator
2. TAKSONOMI PERILAKU MANUSIA
a. Riwayat adanya taksonomi seperti zaman Plato dan Aristoteles yang
awalnya dikenal sebagai dikotomi (dua kategori) kemudian menjadi
trikotomi (tiga kategori) ialah afektif, kognitif, dan konaktif
(psikomotor). Menurut Ki Hajar Dewantara istilah tersebut diartikan
cipta, rasa, karsa dan dewasa ini orang sering menggunakan penalaran,
penghayatan dan pengalaman yang mungkin memiliki maksud yang serupa.
b. Dalam konteks pendidikan Bloom (1974) merinci sistematikanya di susun
secara meningkat dalam rangka mengembangkan perangkat tujuan – tujuan
pendidikan yang berorientasi pada prilaku (behavioral objectives) yang
dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable) secara ilmiah
mengenai ketiga kategori atau domain perilaku diatas secara garis besar
taksonomi prilaku dari Bloom itu ialah sebagai berikut
Kawasan kognitif (the Cognitive domain) Kawasan Afektif ( the affective domain ) Kawasan Konatif ( the psikomotor domain )
– Knowledge
– Comprehension
– Application
– Analyzed
– Synthesis
– Evaluation – Receiving responding
– Valuing
– Organization
– Characterization by value or value complex
– Gross body movement
– Finally coordinate movement
– Non verbal communication sets
Speech behavior
3. PERANAN DAN PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN PRILAKU DAN PRIBADI MANUSIA
Pendidikan itu bersifat normatif yang bersumber pada tugas – tugas
dan criteria kedewasaan. Norma – norma ini merupakan seperangkat
pengatahuan, fakta, system nilai, procedure dan teknik sikap – sikap
etis, estetis, social, ilmiah, religius serta ketrampilan dan kemahiran
gerakan tindakan pembicaraan dsb yang ruang lingkup dan urutan disusun
berdasarkan tahapan perkembangan sesuai dengan konteks, jenis lingkungan
pendidikan yang bersangkutan dan sekaligus pula merupakan perangkat
kriteria keberhasilannya. Konsep dasar psikologis khususnya dalam
konteks pandangan behaviorsime kita dapat menyatakan bahwa praktek
pendidikan itu pada hakikatnya merupakan usaha Conditioning penciptaan
seperangkat stimulus yang diharapkan menghasilkan pola prilaku
seperangkat response tertentu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
saling terkait dan tak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses
pendidikan.
Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relative
permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan
lingkungannya.
Tingkah laku yang dikategorikan sebagai aktivitas belajar memiliki
ciri-ciri : terjadi secara sadar, kontinyu dan fungsional, positif dan
aktif, permanent, bertujuan atau terarah, mencakup seluruh aspek tingkah
laku
Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu
faktor internal (jasmani dan rohani) dan faktor eksternal (keluarga,
sekolah, masyarakat)
Ada empat golongan motivasi belajar siswa, antara lain : instrumental, social, berprestasi, instrinsik.
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja olah
pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan
menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa
dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan effisien serta
dengan hasil optimal.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses
pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal, antara lain : metode
ceramah, latihan, tanya jawab, karyawisata demonstrasi, sosiodrama,
bermain peran, diskusi, pemberian tugas dan resitasi, eksperimen, proyek
Peran guru antara lain : korektor, inspirator, informator,
organisator,motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator,
pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator.
Kompetensi professional guru adalah kemampuan dan kewewenangan guru
dalam menjalankan profesi keguruannya, meliputi : kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotorik.